Tanggung
Jawab Moral
Tanggung jawab moral adalah salah satu konsep penting yang
sejak dahulu menjadi perhatian serius filsuf-filsuf moral. Dalam pasal ini,
kita pun berusaha mengisyaratkan sebagian dimensi persoalan dan berupaya
menuntaskan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang terkait. Sehubungan dengan
tanggung jawab moral, berlaku prinsip yang disebut The Principle of Alternate
Possibilities. Menurut prinsip ini, seseorang bertanggung jawab secara moral
atas tindakan yang telah dilakukannya hanya kalau ia bisa bertindak secara
lain. Artinya, kalau masih ada alternatif baginya untuk bertindak secara lain,
yang tidak lain berarti ia tidak dalam keadaan terpaksa melakukan tindakan itu.
Ada
tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral, yaitu :
1. Tangggung jawab mengendalikan bahwa suatu tindakan dilakukan
dengan sadar dan tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau
ia bertindak dengan sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta konsekuensi
dari tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru
relevan bagi kita menuntut tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas
tindakannya itu.
2. Tanggung jawab juga mengandaikan adanya kebebasan pada
tempat pertama. Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari
seseorang atas tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara bebas,
ini berarti orang tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam keadaan dipaksa
atau terpaksa. Ia sendiri secara bebas dan sukarela melakukan tindakan itu.
Jadi, kalau seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara
moral ia tidak bisa dituntut bertanggung jawab atas tindakan itu. Karena itu,
tidak relevan bagi kita untuk menuntut pertanggungjawaban moral atas
tindakannya itu. Tindakan tersebut berada diluar tanggung jawabnya. Hanya orang
yang bebas dalam melakukan sesuatu bisa bertanggung jawab atas tindakannya.
3. Tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan
tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau danb
berswedia melakukan tindakan itu. Syarat ini terutama relevan dalam kaitan
dengan syarat kedua di atas. Bisa saja seseorang berada dalam situasi tertentu
sedemikian rupa seakan-akan ia terpaksa melakukan suatau tindakan. Situasi ini
terutama terjadi ketika seseorang dihadapkan pada hanya satu pilihan. Hanya ada
satu alternatif. Terlihat seakan-akan dia hanya bisa memilih alternatif itu.
Bahkan ia tidak bisa memilih alternatif tersebut. Dalam keadaan seperti itu,
tampak seolah-olah orang ini memang terpaksa. Itu berarti menurut syarat kedua
di atas, dia tidak bisa bertanggung jawab atas pilihannya karena tidak bisa
lain. Karena itu, tidak relevan untuk menuntut pertanggung jawaban dari orang
lain.
Contoh
Kasus :
Pada
abad 19 dikembangkan susu formula pengganti ASI. Pada 1950-1970 hanya 22%
ibu-ibu yang memberi ASI pada bayinya dan 78% menggunakan susu formula. Tetapi
dengan kesadaran masyarakat, pada 1978-an, 50% yang menggunakan susu formula
beralih kembali pada ASI, karena ASI memang jauh lebih baik. Kondisi ini jelas
merupakan pukulan telak bagi perusahan produsen susu formula. Maka mereka
mencari pasar baru di negara-negara Dunia Ketiga. Dipelopori oleh Nestle
koorporasi multinasional terbesar dalam produksi makanan yang berasal dari
Swiss, secara besar-besaran mengadakan promosi, seperti dengan kompanye”ibu
modern tahu yang terbaik untuk bayinya, yaitu susu formula Nestle”. Sampel di
bagi-bagi kepada dokter, bidan, petugas kesehatan untuk disalurkan kepada
ibu-ibu dengan imbalan hadiah bagi yang mencapai target penjualan. Bagi
kebanyakan hingga kini, apa-apa yang berasal dari Amerika Serikat atau Negara
Barat pasti lebih baik untuk kesehatan.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar